Jakarta –
Wakil Menteri Kesehatan RI Dr Dante Saksono Harbuwono mengungkapkan resistensi antibiotik akibat mikroba berpotensi menjadi pandemi tersembunyi atau silent pandemic. Hal ini terlihat dari tingginya angka kematian akibat resistensi tersebut.
Menurut Ketua Komite Pengendali Resistensi Antimikroba, dr Harry Parathon, SpOG(K), angka kematian akibat resistensi ini kemungkinan akan terus meningkat. Bahkan, jumlahnya bisa mencapai 10 juta kematian setiap tahunnya.
“Artinya untuk mencapai 10 juta mungkin tidak perlu sampai tahun 2050. Mungkin tahun 2035 atau 2040 akan ada 10 juta (kematian) jika kita tidak mencoba mengambil tindakan untuk memblokir silent pandemic. Dia perlahan menjadi korban, dan jumlahnya cukup tinggi,” jelas dr. Harry dalam Pengarahan Media Virtual ‘Inovasi Sorbact Cegah Resistensi Anti Mikroba (AMR) dalam Perawatan Luka’, Selasa (29/11/2022).
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
“Kematiannya luar biasa, dari enam bakteri saja menyebabkan 3,5 juta orang meninggal setiap tahun akibat infeksi. Akibat enam bakteri ini saja,” lanjutnya.
Masalah Lain Yang Disebabkan Oleh Bakteri Resisten
Sejauh ini kematian akibat bakteri resisten mencapai 4,9 juta per tahun. Bahkan, kata dr Harry angka ini hampir dua kali lipat jumlah kematian akibat COVID-19, yakni sekitar 2,7 juta per tahun.
Selain itu, Dr. Harry mengingatkan bahwa kasus ini juga dapat menimbulkan masalah lain.
“Dan yang menjadi serius adalah pendanaan,” ujar Dr. Menyerobot.
Di Indonesia, biaya pengobatan infeksi biasa atau terus menerus bisa mencapai 18 juta rupiah. Sedangkan untuk kasus infeksi bakteri resisten, biayanya bisa tiga kali lipat atau sekitar 53 juta rupiah.
Tonton Video “India Hadapi Pandemi Superbug, Pakar IDI Ingatkan Penggunaan Antibiotik”
[Gambas:Video 20detik]
(sao/naf)